RUMAH SELASO JATUH KEMBAR
Rumah Selaso Jatuh Kembar merupakan bangunan berbentuk rumah namun fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat karena bangunan ini tidak memiliki serambi atau kamar. Rumah adat ini juga dikenal sebagai balairung sari, balai kerapatan dan sebagainya. Masyarakat Riau juga menyebut rumah adat ini dengan sebutan Balai Selaso Jatuh. Rumah adat ini dikatakan Selaso Jatuh karena mempunyai selaso atau selasar yang lantainya lebih rendah dari ruang induk sehingga dinamakan selasar yang jatuh (turun) dan dikatakan kembar karena rumah adat ini memiliki dua selasar yang bentuknya sama. Dahulu kala, Rumah Selaso Jatuh Kembar selalu ada di setiap desa di wilayah Riau. Setidaknya, satu desa biasanya memiliki satu Rumah Selaso Jatuh Kembar yang digunakan untuk kegiatan masyarakat dan melaksanakan berbagai acara adat setempat. Rumah ini dianggap merepresentasikan bentuk rumah tradisional yang terdapat di Riau, meskipun terdapat perbedaan kecil di masing-masing daerah. Namun dari beberapa bentuk rumah ini, muncul kesamaan baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangan dan ukiran-ukirannya
Pada mulanya, rumah adat Riau ini dijadikan anjungan di Taman Mini Indonesia Indah. Pada tahun 1971, Gubernur Riau Arifin Ahmad membentuk tim Sembilan yang terdiri dari kumpulan para budayawan dan pemikir Melayu. Tim Sembilan memiliki tugas membuat dan mendesain rumah adat Riau untuk dijadikan anjungan di Taman Mini Indonesia Indah. Untuk itu, tim ini memlakukan riset secara mendalam terhadap budaya Riau kala itu hingga akhirnya lahirlah rumah adat Riau dengan nama Selaso Jatuh Kembar.
Terdapat tiga bagian utama pada bangunan ini, yakni selasar, rumah induk
dan dapur. Selasar merupakan bagian paling depan dari rumah dan dindingnya
setengah terbuka yang dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu selasar luar, dalam
dan jatuh. Rumah induk sendiri terbagi menjadi ruang depan, ruang tengah dan
ruang dalam. Sedangkan untuk dapur terdiri dari kilik anak (ruang telo) dan
dapur.
Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama
berupa ukiran. Pada kedua ujung perabung atau ujung atapnya terdapat hiasan
kayu yang mencuat ke atas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang
disebut Selembayung. Selembayung sebagai ornamen berbentuk dua burung balam
yang bertengger melambangkan kesetiaan dan mencerminkan kearifan melalui
bentuk-bentuk seni rupanya. Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar juga memiliki banyak
ukiran yang diletakkan di atas pintu sebagai lobang angin misalnya seperti
ukiran semut beriring dan itik sekawan. Selain itu, terdapat ukiran lebah bergantung
yang biasanya ditempatkan pada lisplang ataupun di bagian pinggir bawah bidang
yang memanjang sebagai hiasan. Kemudian, ukiran pucuk rebung yang ditempatkan
di bagian bawah tiang yang tampak di dalam ruangan rumah. Serta, terdapat
ukiran awan larat yang dapat ditempatkan pada bidang yang memanjang, bersegi
ataupun bulat. Lambai-lambai yang terletak di atas pintu sebagai bentuk
keramahtamahan dan penghormatan pemilik rumah pada tamunya.
Comments
Post a Comment